Aktivitas PT TBS Diduga Sebabkan Pencemaran, Nelayan dan Lingkungan Terdampak
Deliksultra, Kendari – Bombana – Aliansi Masyarakat Pemerhati Lingkungan dan Kehutanan (AMPLK) Sulawesi Tenggara (Sultra) menyoroti aktivitas pertambangan yang dilakukan PT Tambang Bumi Sulawesi (TBS) di Blok Watalara, Desa Pu’ununu, Kecamatan Kabaena Selatan, Kabupaten Bombana. Aktivitas tersebut diduga menyebabkan pencemaran lingkungan di aliran kali dan pesisir pantai setempat.
Ketua AMPLK Sultra, Ibrahim, menyampaikan bahwa pencemaran ini semakin parah terutama saat musim penghujan. Ia mengungkapkan bahwa lumpur merah dari aktivitas tambang ikut terbawa aliran air, membuat kali dan pesisir pantai berubah warna menjadi kemerahan.
“Aliran kali dan pesisir pantai diduga tercemar akibat aktivitas PT Tambang Bumi Sulawesi. Saat hujan, kondisinya semakin parah. Lumpur merah dari kegiatan tambang langsung mengalir ke kali dan pantai,” jelas Ibrahim, yang juga alumni Hukum Universitas Halu Oleo (UHO), Minggu (12/1/2025).
Menurut Ibrahim, pencemaran ini disebabkan oleh tidak adanya kolam pengendapan atau sedimen pont yang dibuat oleh perusahaan. Padahal, ia menegaskan bahwa berdasarkan peraturan perundang-undangan, setiap perusahaan tambang wajib memiliki kolam pengendapan untuk mencegah limbah langsung mencemari lingkungan.
“Seharusnya, sesuai aturan, perusahaan wajib membuat sedimen pont sebelum memulai aktivitas. Kami menduga PT TBS tidak menjalankan kewajiban ini, sehingga limbah dan lumpur langsung mencemari aliran kali dan pesisir pantai,” ujarnya.
Dampak pada Nelayan dan Ekosistem
Ibrahim juga menyoroti dampak jangka panjang yang bisa dirasakan masyarakat, terutama nelayan yang menggantungkan hidup dari hasil laut.
“Nelayan yang sehari-hari melaut akan kesulitan karena pencemaran ini. Mereka harus melaut lebih jauh untuk mendapatkan ikan. Selain itu, flora dan fauna di kali dan pesisir pantai juga akan terdampak,” tambahnya.
Ia menambahkan bahwa PT TBS seharusnya memperhatikan standar baku mutu air yang telah diatur dalam Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 113 Tahun 2003 serta Permen LHK Nomor 5 Tahun 2022. Kedua aturan ini mengatur kewajiban perusahaan dalam pengelolaan limbah, termasuk penggunaan metode lahan basah buatan.
“Kami menduga PT TBS tidak mematuhi peraturan ini, sehingga dampak negatif terhadap lingkungan tidak terhindarkan,” tegas Ibrahim.
AMPLK Sultra meminta pihak berwenang untuk segera mengambil tindakan tegas terhadap PT TBS guna mencegah kerusakan lingkungan yang lebih parah.
“Kami mendesak pihak berwenang untuk menindak tegas PT TBS atas dugaan pelanggaran ini,” pungkas Ibrahim.
Sementara itu, Basmala, salah satu penanggung jawab PT TBS, belum memberikan tanggapan terkait tudingan tersebut meski telah dihubungi melalui pesan WhatsApp, SMS, dan panggilan telepon hingga berita ini diterbitkan.
Reporter : Andri