Aksi Pelepasan Tikus: Mahasiswa Tantang Kejati Sultra Berantas Korupsi

waktu baca 3 menit

Deliksultra.com, Kendari – Kejaksaan Tinggi Sulawesi Tenggara (Kejati Sultra) kembali menjadi sorotan publik setelah sekelompok mahasiswa dan pemuda menggelar aksi unjuk rasa di depan kantor Kejati Sultra, Rabu (26/2). Aksi tersebut dilakukan oleh Himpunan Mahasiswa Pemerhati Demokrasi (Himarasi) dan Persatuan Pemuda Pemerhati Daerah (P3D) Konawe Utara (Konut), yang menyoroti kinerja Kepala Kejati Sultra, Hendro Dewanto, dalam menangani kasus-kasus korupsi di sektor pertambangan.

Dalam aksinya, massa melakukan pelepasan sejumlah tikus sebagai simbol desakan kepada Kejati Sultra untuk menindak tegas para “tikus berdasi” yang diduga merugikan negara.

Jenderal Lapangan aksi, Jefri, menyatakan bahwa langkah tersebut merupakan bentuk dukungan sekaligus tantangan bagi Kajati Sultra.

“Aksi pelepasan tikus ini sebagai simbol agar Kajati Sultra lebih serius dalam menangkap para koruptor, terutama di sektor pertambangan,” ujar Jefri, yang akrab disapa Jeje.

Menurutnya, selama lebih dari delapan bulan menjabat, Kajati Sultra belum menunjukkan gebrakan berarti dalam mengungkap kasus-kasus besar. Ia pun membandingkan kinerja Hendro Dewanto dengan pendahulunya yang dinilai lebih progresif dalam menangani perkara korupsi.

“Kami mempertanyakan sejauh mana perkembangan kasus-kasus yang sedang ditangani Kejati Sultra, seperti Antam Site Mandiodo dan Kolaka, serta 50 perusahaan tambang yang diwajibkan membayar denda administratif PNBP PPKH,” tambahnya.

Tak hanya itu, massa aksi juga menyoroti dugaan pelanggaran izin lintas koridor PT Indonusa di Konawe Utara dan meminta Kejati Sultra untuk segera menindaklanjutinya.

Respons Kejati Sultra

Menanggapi aksi tersebut, Kasipenkum Kejati Sultra, Dody, menjelaskan bahwa saat ini pihaknya masih fokus menangani Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) terkait kasus Antam Site Mandiodo serta beberapa perkara lainnya, termasuk Antam Site Pomalaa.

Terkait denda administratif PNBP PPKH bagi 50 perusahaan tambang di Sultra, Kasi V Bidang Intelijen Kejati Sultra, Ruslan, menyatakan bahwa penagihan kini telah dikembalikan ke Kementerian Kehutanan.

“Kemarin ada tiga perusahaan yang telah melakukan pembayaran, dan mekanismenya langsung ke Kementerian Kehutanan,” jelas Ruslan.

Ia juga menegaskan bahwa perusahaan yang telah memiliki Izin Usaha Pertambangan (IUP) tetap diwajibkan membayar denda administratif PNBP PPKH sebelum dapat mengantongi Persetujuan Penggunaan Kawasan Hutan (PPKH), sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Cipta Kerja atau Omnibus Law.

Selain itu, Dody mengungkapkan bahwa saat ini penertiban kawasan hutan telah menjadi bagian dari agenda nasional, dengan pembentukan Satgas berdasarkan Perpres Nomor 5 Tahun 2025.

“Satgas ini diketuai oleh Menteri Pertahanan, dengan Wakil I Jaksa Agung, Wakil II Panglima TNI, Wakil III Kapolri, serta Jampidsus sebagai pelaksana,” ujarnya.

Terkait barang bukti ore nikel dari kasus Antam Mandiodo, Dody menyatakan bahwa lelang akan kembali diajukan setelah sebelumnya belum laku di pasaran.

Tindak Lanjut Aduan Masyarakat

Kejati Sultra memastikan bahwa seluruh pengaduan yang masuk, termasuk dari peserta aksi, telah diterima di PTSP Kejati Sultra dan akan diteruskan kepada pimpinan untuk ditindaklanjuti.

“Kami tetap berkomitmen menegakkan hukum secara profesional dan transparan,” pungkas Dody.

Aksi ini mencerminkan harapan masyarakat agar Kejati Sultra terus mengawal dan menuntaskan kasus-kasus korupsi yang merugikan negara, terutama di sektor pertambangan.

Reporter : Andri

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *