Kelangkaan BBM di Muna Barat, Dugaan Praktik Pungli dan Distribusi Ilegal di SPBU Bahari

waktu baca 3 menit
Screenshot

Deliksultra.com, Mubar – Kelangkaan Bahan Bakar Minyak (BBM) bersubsidi di Kabupaten Muna Barat kembali menjadi sorotan. Meski selama ini persoalan tersebut kerap dikaitkan dengan meningkatnya permintaan masyarakat, hasil penelusuran tim media menunjukkan bahwa akar masalahnya jauh lebih kompleks, dengan indikasi kuat adanya praktik sistematis yang merugikan masyarakat kecil dan menguntungkan kelompok tertentu.

Satu-satunya stasiun pengisian bahan bakar umum (SPBU) di daerah tersebut, yakni SPBU 76.936.04 Bahari yang terletak di Desa Suka Damai, Kecamatan Tiworo Tengah, menjadi titik keluhan masyarakat. Diresmikan pada 27 Januari 2020, SPBU ini awalnya diharapkan mampu memenuhi kebutuhan energi warga. Namun kenyataannya, antrean panjang kendaraan terlihat setiap hari sejak pagi, dan stok Pertalite maupun Solar sering kali habis sebelum pukul 14.00 WITA, meskipun operasional SPBU dijadwalkan hingga pukul 17.00 WITA.

“Datang jam 1 siang saja kadang sudah habis. Ini bukan sekali dua kali, hampir setiap hari begitu,” keluh LI, salah satu warga, pada Jumat (11/4).

Pantauan tim media di lokasi mengungkap adanya aktivitas mencurigakan yang diduga berkaitan dengan penyalahgunaan distribusi BBM bersubsidi. Beberapa kendaraan roda dua, terutama jenis Suzuki Thunder dan Honda Verza, terekam bolak-balik mengisi BBM dalam satu hari, dengan nomor polisi yang sama muncul berulang kali dalam antrean.

Salah satu pengendara, berinisial LM, mengaku adanya pungutan tambahan oleh petugas SPBU.

“Untuk satu tangki motor full, kita bayar lebih Rp5.000. Teman-teman semua juga dimintai begitu sama petugas SPBU,” ungkap LM.

Pengakuan tersebut menimbulkan dugaan adanya pungutan liar (pungli) yang terorganisir, yang membuka peluang bagi pengisian berulang oleh pihak-pihak tertentu.

Menanggapi kondisi ini, Ketua Aliansi Mahasiswa Pemerhati Hukum Indonesia (AMPHI), Ibrahim, menilai bahwa Pertamina harus bertanggung jawab atas lemahnya pengawasan.

“Pertamina tidak bisa lepas tangan. Mereka harus bertanggung jawab atas lemahnya kontrol dan kemungkinan adanya pembiaran terhadap praktik ilegal seperti ini,” ujarnya.

Ibrahim menyebut SPBU Bahari telah beralih fungsi dari fasilitas publik menjadi ajang spekulasi energi oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab.

“Jika Pertalite terus disedot oleh pemain bermotor tangki besar dengan pengisian berkali-kali, maka jelas ada celah dalam sistem distribusi yang dibiarkan terbuka. Dan Pertamina harus segera bertindak,” tegasnya.

AMPHI mendesak dilakukan audit menyeluruh terhadap operasional SPBU Bahari, serta meminta aparat penegak hukum menindak tegas jika ditemukan pelanggaran.

“Jika terbukti ada pungli dan pelanggaran, pengelola maupun oknum petugas harus diproses secara hukum. Tidak boleh ada kompromi terhadap penyalahgunaan BBM subsidi,” lanjutnya.

Sementara itu, pengawas SPBU Bahari, Risna, membantah penggunaan tangki rakitan di SPBU tersebut.

“Sejak lama kami melarang penggunaan tangki-tangki rakitan, bahkan untuk Pertamax. Semua pengisian tetap diawasi,” ujarnya.

Namun terkait kelangkaan BBM, Risna menyebut pasokan dari depot tidak selalu sesuai permintaan.

“Seharusnya kami bisa dapat dua tangki per hari, tapi suplai dari depot kadang tidak konsisten. Kami tidak bisa menentukan sendiri, semua sudah diatur dari atas,” jelasnya.

Menjelang Idulfitri, lanjut Risna, peningkatan volume kendaraan juga turut memperparah kondisi kelangkaan.

Menanggapi isu pungutan Rp5.000 per tangki, Risna tidak membantah, namun menyatakan hal itu bukan merupakan pungli.

“Kami tidak pernah meminta. Kalau pun ada yang memberi lebih, itu dianggap sebagai bentuk apresiasi. Tapi semua pencatatan di kas perusahaan harus sesuai,” katanya.

Namun, sistem “bonus” yang tidak tercatat ini justru menjadi celah bagi oknum di lapangan untuk melakukan pungli terselubung dan memfasilitasi pengisian berulang.

Dalam investigasi singkat sejak pukul 07.00 WITA, tim media mendapati sejumlah kendaraan yang sama kembali mengantre, seperti Honda Verza DT 6021, Suzuki Thunder DT 5167, DT 4835, dan DT 4158. Kendaraan-kendaraan tersebut diduga dimodifikasi untuk menampung lebih banyak BBM, lalu digunakan sebagai alat distribusi ilegal BBM subsidi.

Jika praktik ini terus dibiarkan, bukan hanya keadilan dalam distribusi energi yang terciderai, tetapi juga integritas sistem distribusi nasional. Masyarakat pun kini mempertanyakan: di mana peran pengawasan? Dan siapa yang sebenarnya menikmati jatah subsidi tersebut?

Reporter : Andri

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *