Gerbang Megah Kendari – Toronipa Senilai Rp 32 Miliar Hanya Keren di Luar
DELIKSULTRA, KENDARI – Pembangunan gerbang wisata Kendari – Toronipa yang terlihat megah serta menelan biaya puluhan miliar mendapat kritikan keras dari berbagai pihak.
Bagaimana tidak, gerbang yang didirikan pada rezim Ali Mazi itu menelan biaya sebesar Rp 32 miliar, namun hany terbuat dari tripleks yang mudah jebol.
Salah satu suara lantang datang dari penulis ternama, Darwis, atau yang lebih dikenal dengan nama pena Tere Liye. Ia membeberkan kebobrokan proyek tersebut dalam sebuah unggahan di akun Facebook (Fb) resminya. Dengan latar belakang foto gerbang wisata, Tere Liye mengungkapkan kekecewaannya terhadap kualitas bangunan yang disebutnya “hanya keren dari luar.”
Menurutnya, gerbang tersebut, yang tampak megah dari kejauhan, ternyata terbuat dari tripleks yang mudah rusak oleh cuaca. Dalam waktu singkat, katanya, bangunan ini sudah mulai menunjukkan kerusakan dan diprediksi tidak akan bertahan lama.
“Gerbang megah ini terbuat dari triplek. Jadi, dihajar hujan angin beberapa bulan saja, gerbang ini sudah lubang-lubang. Tidak akan lama, gerbang ini akan runtuh sendiri,” tulis Tere Liye dalam postingannya.
Tidak hanya mengkritik kualitas material, Tere Liye juga menyinggung soal besarnya anggaran yang dianggap tidak masuk akal untuk sebuah proyek seperti ini. Ia bahkan menyindir bahwa proyek semacam ini hanyalah “mock up” atau proyek pura-pura yang digunakan sebagai ladang korupsi.
“32 miliar hanya untuk buat mock up begini. Bukan main bancakannya,” lanjutnya.
Postingan ini langsung menuai banyak tanggapan dari warganet. Seorang pengguna Facebook bernama Gozi Apniwansyah dengan tajam menulis, “Proyek belum dimulai, setoran sudah duluan,” mengindikasikan adanya dugaan praktek-praktek tidak sehat dalam proses tender proyek tersebut.
Sementara itu, warganet lain, Muhamad Hasdi, menyindir tujuan proyek yang lebih mengutamakan keuntungan pribadi daripada manfaat bagi masyarakat.
“Target oknum pemerintah, bukan manfaat, tapi laba…,” tulisnya.
Lebih lanjut Kecewa dengan kenyataan yang terbongkar, pengguna lain bernama Susi Lesmanasari Suzhee mengungkapkan perasaannya, “Pertama lihat ini bangga sekali sebagai warga Kendari, setelah tahu terbuat dari apa dan anggaran yang dikeluarkan, seketika jadi kecewa sekali.”
Unggahan ini menjadi viral dan memicu perdebatan di media sosial, menyoroti kembali persoalan efisiensi penggunaan anggaran pemerintah daerah di Sultra.
Sebelumnya, media ini mengonfirmasi Kepala Dinas SDA dan Bina Marga Sultra, Pahri Yamsul, Ia membenarkan bahwa anggaran pembangunan gerbang tersebut memang mencapai Rp 33 miliar. Ia menjelaskan bahwa pilar gerbang menggunakan baja dan dilapisi dengan GRC Board, sesuai dengan desain yang telah disepakati.
“Anggaran sesuai kontrak seperti itu jumlahnya. Pilar beton menggunakan Baja, dinding penutup menggunakan GRC sesuai dengan gambar desain yang telah di sepakati” jelas Pahri melalui pesan WhatsApp pada Minggu, 1 September 2024.
Namun, ketika diminta penjelasan lebih lanjut mengenai alasan pemilihan GRC Board untuk lapisan luar pilar, Pahri Yamsul mengarahkan media untuk mengonfirmasi kepada Kabid Bina Marga, Harmunadin.
“Kalau itu nanti tanyakan ke penanggung jawab kegiatan namanya pak Harmunadin kabid bina marga, karena ketika itu saya belum ada di dinas Bina Marga sehingga saya tidak tau alasan teknisnya,” ungkapnya.
Namun, saat dikonfirmasi melalui telepon WhatsApp, pada Rabu 4 September 2024, Harmunadin terkesan irit bicara dan enggan memberikan penjelasan rinci.
“Nanti konsultan perencanaan yang jelaskan untuk lebih detailnya,” ucapnya singkat, tanpa memberikan keterangan lebih lanjut.
Selain itu, Konsultan Perencana, Nizar saat dikonfirmasi via telepon WhatsApp, Kamis, 5 September 2024 mengatakan terkait hal tersebut, awalnya itu dari usulan Gubernur Sultra pada zaman itu.
“Jadikan begini terkait video viral itu di media sosial, kan awalnya itu usulan jaman Pemprov waktu zaman Pak Ali Mazi, pada waktu itu beliau ingin ada satu ikon di jalan menuju wisata Toronipa, yang sedikit berkiblat ke London Bridge yang ada Inggris, tapi kalau yang disana memang beton, dan ukurannya lebih kecil, semacam gapura, dia hanya mengolongi dua lajur jalan, sedangkan kita empat lajur jalan,” ucapnya.
Lanjutnya dengan kondisi seperti itu tidak bisa dibuatkan beton semua.
“Dengan bentang 30 Meter gerbang Kendari-Toronipa, tanpa adanya topangan, satu-satunya solusi yah dengan rangka baja, itu seperti bangunan-bangunan lainnya juga menggunakan rangka baja dan dilapisi fasat yang sifatnya eksterior, dia bukan struktural itu lah GRC atau campuran beton dengan nilon fiber, dan itu material umum untuk digunakan seperti di Masjid Al-Alam,” ungkapnya.
Sambungnya pihaknya memilih struktur itu agar tidak terlalu berat, dan terhindar dari kemungkinan terbukti jika terjadi bencana.
“Struktur itu dibuat bukan untuk dipukul-pukul, atau dilempari, bukan soal tahan atau tidaknya, tapi peruntukannya untuk mempercantik strukturnya,” tambahnya.
Pihaknya juga mengungkapkan bahwa sebelum penyelesaian seratus persen, beberapa kali ada perusakan dari OTK.
“Sebelum diselesaikan seratus persen juga sudah beberapa kali kita dapat ada yang sengaja merusaki, dan pada saat itu kita sudah sampaikan dan sosialisasikan ke masyarakat sekitar untuk dijaga sama-sama ikon pembangunan kita ini,” pungkasnya.
Reporter : Andri