Kambing Hitam Baru di Skandal Tambang Kolaka Utara? Kawilker Pelabuhan Jadi Sorotan

waktu baca 3 menit

Deliksultra.com, Kendari – Kejaksaan Tinggi (Kejati) Sulawesi Tenggara kembali menunjukkan komitmennya dalam memberantas tindak pidana korupsi, khususnya di sektor pertambangan.

Setelah sebelumnya berhasil mengungkap praktik korupsi dalam Wilayah Izin Usaha Pertambangan (WIUP) milik PT Aneka Tambang (Antam) UBPN Konawe Utara pada tahun 2023, kini Kejati Sultra tengah menangani kasus serupa di Kabupaten Kolaka Utara.

Dalam kasus terbaru ini, Kejati Sultra menyelidiki dugaan aktivitas pertambangan ilegal yang melibatkan sejumlah perusahaan, yakni PT Pandu Citra Mulia (PCM), PT Kurnia Mining Resources (KMR), dan PT Alam Mitra Indah Nugraha (AMIN).

Sejauh ini, lima orang telah ditetapkan sebagai tersangka dari pihak-pihak terkait, termasuk pejabat Syahbandar Kolaka.

Berdasarkan informasi yang dihimpun, kegiatan pertambangan ilegal tersebut diduga terjadi sekitar tahun 2023, khususnya di dalam WIUP milik PT PCM dan PT Kurnia Teknik Jayatama (KTJ). Fokus utama penyidikan saat ini berada pada aktivitas pertambangan tanpa izin yang terjadi di WIUP PT PCM.

Ore nikel hasil tambang ilegal itu diduga dikeluarkan melalui terminal khusus milik PT KMR dengan menggunakan dokumen milik PT AMIN serta Surat Persetujuan Berlayar (SPB) yang diterbitkan oleh Kantor Unit Penyelenggara Pelabuhan (KUPP) Kelas III Kolaka.

SPB dan dokumen pendukung lainnya seperti Surat Persetujuan Olah Gerak (SPOG) diterbitkan melalui sistem online Inaportnet.

Dalam perkembangan kasus ini, mencuat dugaan adanya upaya untuk mengalihkan tanggung jawab kepada Kepala Wilayah Kerja (Kawilker) Pelabuhan Kolaka Utara. Beberapa pihak bahkan mendorong agar Kawilker tersebut turut dijadikan tersangka.

Namun, berdasarkan mekanisme sistem Inaportnet, penerbitan SPB merupakan wewenang KUPP Kelas III Kolaka, bukan Kawilker di wilayah kerja pelabuhan.

Direktur Aliansi Masyarakat Peduli Hukum Sulawesi Tenggara, Hendro Nilopo, menilai bahwa upaya untuk menyeret Kawilker Kolaka Utara ke dalam kasus ini terkesan dipaksakan.

Menurutnya, penegak hukum seharusnya lebih fokus menyelidiki aktor-aktor yang bertanggung jawab dalam pemalsuan data dan dokumen di sistem Inaportnet, yang memungkinkan SPB untuk PT AMIN diterbitkan melalui terminal umum PT KMR, meski belum mengantongi persetujuan resmi dari Direktorat Jenderal Perhubungan Laut.

“SPB yang saat ini diterbitkan melalui Inaportnet menggunakan sistem digital yang tersinkronisasi dengan barcode dari KUPP. Oleh karena itu, pihak yang memiliki kewenangan dan otorisasi terhadap terbitnya dokumen pelayaran adalah KUPP Kolaka, bukan Kawilker,” jelas Hendro.

Ia juga menambahkan bahwa dugaan adanya kerja sama ilegal antara PT KMR dan PT AMIN untuk menggunakan terminal umum yang belum memiliki legalitas dari Dirjen Perhubungan Laut semakin memperkuat perlunya penelusuran terhadap manipulasi data yang dilakukan oleh oknum-oknum internal.

Kejaksaan Tinggi Sultra diharapkan terus mendalami dan menindaklanjuti perkara ini secara transparan dan profesional demi menegakkan hukum dan menyelamatkan potensi kerugian negara dari sektor pertambangan yang strategis ini.

Reporter : Andri

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *