Pembangunan Depot BBM PT Radhika Group di Konawe Diduga Ilegal dan Merusak Lingkungan
DELIKSULTRA, KONAWE – Aktivitas pembangunan Depot Bahan Bakar Minyak (BBM) yang dilakukan oleh PT Radhika Group di Desa Rapambinopaka, Kecamatan Lalonggasumeeto, Kabupaten Konawe, diduga melanggar hukum karena tidak mengantongi izin yang lengkap.
Perusahaan tersebut diketahui melakukan penimbunan lahan secara ilegal untuk pembangunan depot BBM jenis solar tanpa izin Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) atau dokumen Upaya Pengelolaan Lingkungan dan Upaya Pemantauan Lingkungan (UKL-UPL) yang sah.
Ancaman Kerusakan Lingkungan
Kegiatan reklamasi yang dilakukan perusahaan telah menimbulkan dampak lingkungan yang serius. Selain merusak jalan umum di sekitar lokasi proyek akibat tumpahan material reklamasi, terdapat dugaan kuat adanya penebangan hutan mangrove secara ilegal. Hal ini berpotensi mengancam ekosistem pesisir dan meningkatkan risiko bencana ekologis.
Berdasarkan pemantauan di lapangan, kondisi ini menjadi perhatian serius bagi organisasi lingkungan Sultra Peduli Nusantara. Ketua organisasi, Muhammad Ridwan, mendesak Dinas Kelautan dan Perikanan Sulawesi Tenggara (Sultra) untuk membatalkan rekomendasi penerbitan AMDAL/UKL-UPL bagi proyek tersebut.
Tuntutan Penegakan Hukum
Selain itu, Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) Sultra diminta mencabut izin pembangunan depot karena aktivitas penimbunan dilakukan tanpa izin lingkungan yang sah.
“Kami juga meminta Polda Sultra untuk segera memeriksa semua pihak yang terlibat dalam dugaan kejahatan lingkungan ini,” ujar Muhammad Ridwan kepada media, Rabu (29/1/2025).
Ia menegaskan bahwa tindakan yang dilakukan PT Radhika Group telah melanggar sejumlah peraturan perundang-undangan, termasuk Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup serta Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil.
“Pelanggaran terhadap regulasi lingkungan ini dapat berakibat pada sanksi pidana yang berat. Pelaku dapat dijerat dengan pidana penjara maksimal 10 tahun dan denda maksimal Rp 5 miliar, sesuai dengan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009,” jelasnya.
Selain ancaman pidana, izin usaha perusahaan juga berisiko dicabut, dan seluruh kegiatan operasional dapat dihentikan.
Harapan Pemulihan Lingkungan
Masyarakat dan aktivis lingkungan berharap pihak berwenang dapat bertindak cepat dan tegas untuk menghentikan aktivitas ilegal tersebut serta memulihkan lingkungan yang telah terdampak. Kasus ini menjadi sorotan karena menunjukkan pentingnya penegakan hukum dalam melindungi lingkungan di Indonesia.
Reporter : Andri